Sabtu, 14 November 2015

aku dan ibuku.. not good!

Yup… ini kalimat yang kesekian untuk memulai catatan ini hehehe. Aku bingung mau memulainya dari mana. Aku sudah menceritakan bagaimana masa kecilku.
Dulu aku begitu dekat dengan ibuku, segala sesuatu dilakukan bersama ibuku. Ibuku tipe orang yang keras. Aku tak tahu apa yang membuatnya begitu keras mendidikku. Begitu protektif sehingga terkesan dia sangat overprotek padaku.
Aku mengeti dengan cerita pahit hidupnya. Mungkin hal itu yang membuat ibuku seperti ini. Dia tak ingin aku mengalami hal yang sama yang telah dia alami. Pada intinya aku sadar dan benar-benar tahu dia begitu menyayangiku. Berperan single parent untuk ku, aku tau itu sulit. Tak pernah mengeluh meski sulitnya menjalani hidup sebagai single parent.
Ibu menyiapkan dan menyediakan segala sesuatu yang ku butuhkan hingga saat ini. Hingga
umurku yang terbilang dewasa ibuku terus berusaha membuat aku tak kekurangan satu hal pun. Yaaa… aku sadari itu demi kebaikanku.  Dia mencuci bajuku, menyiapkan makanan untukku meski kita hidup berjauhan, karena aku harus kerja di kota, dan ibuku tinggal di desa bersama adik-adikku. Bahakan ketika ibuku mampir kerumahku dia selalu membersihkan dan merapikan rumahku. Aku tak punya banyak waktu di rumah, aku harus kerja dan kulia. Sehingga pekerjaan rumah sering terabaikan. Segala  kebutuhanku selalu di usahakannya untuk di penuhi olehnya. Ketika aku pulang larut dia selalu memarahiku. Yaaa… aku tau ibu kawatir. Maafkan aku.
Aku sering iri degan teman-teman ku ketika mereka menceritakan kisah mereka bersama ibu mereka. Mereka bisa curhat, bisa memyampaikan apa yang mereka rasakan, apa yang mereka mau, apa yang mereka tidak mau dan bisa menyampaikan pendapat mereka. Tapi aku? Aku bahkan tidak bisa mengungkapkan setidak sukaanku akan hal-hal yang selalu ibu paksakan terhadapku. Ibu selalu mengekangku dengan sifat overproteknya dan sifat otoriternya. Apa yang menjadi perinta aku harus perbuat, jika tidak aku selalu di sebut anak pembangkang. Dengan keadaan begitu dan keadaan mentalku yang terlah tercipta selama ini, mental yang penakut, pemalu, tertutup, pendiam dan minder, aku selalu hanya mematuhi apa yang diperintahkan ibuku sehingga terkesan aku ini anak yang penurut. Bahkan bakaian yang tak ingin aku pakai, acara yang tak ingin aku datangi, hal-hal yang tak ingin aku lakukan, dan hal-hal lain yang semuanya bertolak belakang dengan keinginanku selalu dipaksakan untuk ku lakukan. Tak jarang aku selalu menangis sambil melakukan semuanya. Selama ini Tidak pernah ku temui kelembutan dan kenyamanan saat komunikasi. Semua hanya tekanan dan perintah, seperti titah raja kepada budaknya, dan si budak hanya bisa melaksanakan, karna titah raja adalah perintah, jika A akan selamanya A tidak akan beruba menjadi B, kalaupun berubah itu artinya melawan. Dan selama ini tak ada yang berani bembantah, membangkang dan maupun melawan titah raja, hanya bisa melaksanakan dibawa tekanan yang ada. Tapi aku hanya bisa lakukan, tanpa bisa membantah sehingga bertahun-tahun aku terkekang dengan keadaan seperti itu. Aku mulai berontak dalam pikiranku. Aku mulai capek di atur-atur sampai hal terkecilpun. Contohnya mau gunting rambut model apa aja selalu mama yang nentuin, mau ikat rambut model seperti apa mama yang nentuin, mau ke gereja pakai baju apa mama yang nentuin. Aku bosan, aku capek, aku sedih, sekaligus aku tidak bisa buat-apa2. Aku terlalu takut terhadap ibuku. Entah kenapa mental yang tercipta hanya rasa takut.
Aku tak merasakan dipeluk ketika aku menangis, ibu selalu membiarkanku menangis dalam malam gelap setelah (tanpa sadar) ia menyakitiku.
Aku hidup dengan ibuku yang tidak dekat dengan ku, mungkin di sebabkan karena dia yang selalu meninggalkan ku sejak kecil, dengan berjuta alasan, mungkin kerja, merantau, tapi aku tau semua untukku. Tapi sisi negatifnya semua hal itu menciptakan tembok batasan antara aku dan ibuku, dan sampai saat ini belum ada hal yang mampu merbohkan tembok itu. Malahan aku rasa tembok itu semakin tinggi dan kokoh, sehingga satu sama lain tak dapat saling memandang dan memerhatikan bahwa mereka saling peduli dan melindungi.
Aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya ditanya “kamu kenapa?” “kenapa menangis?” ibu selalu berasumsi yang buruk ketika aku melakukan sesuatu yang bukan kehendaknya. Ibu tidak pernah melihat sisi positif terhadap setiap orang dan itu berlaku terhadap aku juga. Ibu selalu memandang dari sisi kesalahanku tidak pernah memandang dari sisi ‘alasan’, kenapa sehingga  aku melakuka kesalahan?? Apa panyebabnya? Apa alasannya ada dalam diriku?? Atau sebaliknya ada dalam dirinya??.
Ibu selalu berpikir orang tua selalu benar. Dan hal yang terburuk…ibu melarang ku bertemu dengan orang yang sangat ku sayangi. Semua hal yang tidak pernah ku miliki dari keluargaku, semua hal yang tidak pernah ke dapati dari seorang ayah dan ibu, semua hal yang tidak pernah di ajarkan di sekolah dan bahkan tidak pernah di ajarkan ibuku, dia mengajari semuanya. Tapi apa daya… lagi-lagi kembali ke mental diriku yang selama ini tercipta. Aku tidak dapat membanta ibuku. Aku tidak mampu mengungkapkan perasaanku dan mengubah pandangan dia terhadap hubungan kami. Dan disinilah letak klimaks dari masalah aku dan ibuku. Hal-hal yang selama ini ku pendam, semua meletus seperti gunung yang selama ini terlihat diam tapi sebenarnya di tumpuk dan siap-siap suatu saat meledak, mengeluarkan larva panas yang selama ini ku pendam.
Akhir-akhir ini aku sering diam, hal-hal kecil membuatku emosi. Dalam diriku dominan penuh dengan pemberontakan. aku mulai enggan bicara dengan ibuku. apa yang ditanyakan hanya itu yang ku jawab. Bahkan aku tidak nyaman berada di rumah kalau ada keluargaku lengkap, aku sering keluar dan pulang larut sehingga sesampai dirumah aku tidur, dan paginya langsung berangkat kerja. Pikiranku kacau. tapi sampai saat ini ibuku tak mengerti apa yang kubutuhkan. Aku tak pernah merasakan benar-benar bahagia. Tak jarang bahkan makan pun aku dalam keadaan menangis. Aku menjadi sosok penyendiri dan pemikir. Memikirkan semua persaanku yang tidak terungkapkan. Aku rindu ibu yang dulu sebelum bekerja, sebelum ada ayah dan adik-adik. Hanya kita berdua. Aku ingin sekali menyampaikan isi hatiku. Tapi aku tak dapat menghancurkan tembok besar penghalang di antara kami.  Aku ingin menyelesaikan semua ini, aku ingin memperbaiku semuanya, aku ingin keluargaku pulih, dan aku ingin menjadi lebih baik. Aku tak ingin seperti ini…
Buuu aku tak butuh uang, aku tak butuh pakaian mewa, aku tak butuh rumah besar, aku tak butuh rumahku bersih setiap saat, baju-bajuku bersih dan wangi, aku tak butuh selalu ada makanan yang ibu sediakan. Semua itu bisa aku bayar dengan uang. Aku bisa kerja keras untuk mendapatkan semua itu. Tapi sekeras apapun aku bekerja, sebanyak apapun uangku, aku tidak dapat membeli keharmonisan keluarga, aku tidak bisa membayar kedamaian dalam keluarga, kenyamanan dalam rumah, saling terbuka antara satu anggota keluarg dengan yang lainnya. Aku tidak dapat menyewa orang untuk menjadi pendengar yang setia ketika aku menyampaikan isi hatiku.. aku butuh semua itu bu. Bukan uang atau hal-hal lain yang ibu anggap penting.
tidak bisakah ibu mengubah sedikit kebiasaan ibu?? Ibu selalu marah-marah untuk hal-hal kecil yang selalu membuat aura dalam rumah tidak nyama??
Tidak bisakah ibu lebih memandang sisi positif setiap orang? Bukan sisi negatifnya? Ibu selalu terfokus kepada hal-hal buruk seseorang tanpa memandang hal positif orang tersebut. Semua orang memiliki hal positif dan juga hal negative dalam dirinya. Sebaliknya bagaimana perasaan ibu jika seseorang tidak pernah memperhitungkan sisi positif dalam diri ibu??
Tidak bisakah ibu lebih mementingan bagaimana pandangan 1 anggota keluarga terhadap 1 anggota kelurga lainnya ? bukan pandangan orang lain terhadap kita? Ibu memiliki sifat ego yang tinggi, susah untuk merendahkan hati menerima kritikan, menerima saran, mengakui kesalahan, dan mengakui kelemahan. Ibu selalu berusaha tampil sempurnah di depan orang-orang. Berusaha terlihat tanpa kelemahan di depan orang-orang. Menempatkan standar harga diri yang terlalu tinggi, meski keharmonisan keluarga hancur. Ketika orang mengatakan ini dan itu, dan ketika ibu tertekan dengan perkataan buruk orang-orang. Ibu selalu menekan kami anggota keluarga. Menekan kami utuk terlihat baik di mata mereka. Tak sadarkah ibu bahwa kehidupan kita di ombang ambingkan oleh mulut orang lain?? Tak sadarkan ibu bahwa ibu selalu berusaha membuat orang lain senang, menjaga perasaan orang lain tapi mengorbankan kebahagiaan anggota keluarga ibu sendiri??
Tidak bisakah ibu lebih memprioritaskan kenyamanan dari pada kebersihan dan kerapian?? Aku lebih nyaman ketika ada kedamaian dan keharmonisan dalam keluargaku walau keadaan rumah berantakan. Daripada sebaliknya. Semua bersih, indah dan rapi tapi aku selalu tidak nyaman berada dalam rumah.
Tidak bisakah ibu lebih memandang kepada alasan bukan kepada kesalahan?? Setiap orang pernah melakukan kesalahan dengan alasan yang berbeda. Tidak ada kesahan yang paling besarsehingga tidak berhak mendapat pengampunan. Dan tidak semua kesalahan dilakukan dengan sengaja tanpa memiliki alasan yang jelas. Kita semua memilii kesalahan, ibu memiliki kesalahan. Tapi Tuhan mengampuni kesalahan kita tanpa memandang bulu.
Tidak bisakah ibu hidup untuk kebahagian kedepan tanpa memandang masa lalu??
Tidak bisakah ibu lebih mementingkan kebahagian anaknya dengan mengabaikan ke-ego-an ibu yang teramat besar?
Tidak bisakah ibu untuk lebih menerima orang lain apa adanya?? Bukan menuntut kesempurnaan? Bagaiana kalau prinsip yang sama aku terapkan terhadap ibu?? Aku ingin ibu yang sempurnah, yang bisa menjadi teman bagiku, bisa mengajarkan bagaimana mengampuni dengan tulus, bagaimana menerima orang lain apa adanya, bagaimana memaafkan lalu kemudian melupakan??

Aku ingin menyampaikan semua ini.. suatu saat.. yaa suatu saat. Hanya tunggu waktu saat aku benar-benar tertekan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

niiNote Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang